Jika
ditanyakan kepada setiap pasangan yang sudah menikah, baik lama maupun
yang baru, apa yang menjadi impian utama mereka dalam pencapaian di
bidang materi. Bisa dipastikan yang mereka inginkan bukanlah mobil
mewah, bukan wisata keliling Eropa, bukan pula kapal pesiar apalagi
pesawat jet pribadi. Secara sederhana mereka cuma menginginkan sebuah
rumah mereka sendiri.
Tidak heran Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa sallam pernah berdoa:
"Ya Allah, ampunilah dosaku, luaskanlah rumahku, berilah barakah dalam rezekiku! Kemudian beliau ditanya, ‘Mengapa doa ini yang banyak engkau baca, ya Rasulullah?’ Maka jawab Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa sallam: ‘Apa ada sesuatu yang lain yang kamu cintai?’" (Hadits Riwayat Nasa'i dan Ibnu Sunni).
Adalah sebuah kebahagiaan yang tak bisa diungkapkan hanya dengan sekadar
kata jika sudah memiliki rumah sendiri. Walaupun kecil, namun hati
terasa tenang karena milik sendiri, tidak lagi menjadi 'kontraktor' atau
selalu mengontrak rumah. Walaupun kecil, namun tidak ada beban pusing
dan repot harus pindah kesana-kemari. Walaupun kecil, namun lebih enak
karena tidak harus tak enak hati seperti jika tinggal di pondok mertua indah. Walaupun kecil, tapi merasa puas karena akhirnya bisa menanam tanaman di halaman sendiri. Walaupun kecil, kan nanti bisa dibesarin, yang penting adalah tanahnya yang memadai.
Rumah bukan pula sekadar tempat berteduh dari panas dan hujan semata. Rumah adalah oase
tempat kita melepaskan penat dan lelah. Rumah adalah penyalur dahaga
kasih sayang kepada anak dan istri. Rumah adalah bukti tanggung jawab
dan kecintaan seorang suami dan ayah kepada keluarganya. Rumah tidak
dilihat dari besar atau kecilnya, mewah atau sederhana. Karena rumah
adalah tempat kita pulang, tempat kita akan diterima walaupun kita telah
melakukan kesalahan. Kita akan selalu diterima dirumah kita sendiri.
Lebih dari itu, rumah adalah tempat tumbuh dan berkembangnya nilai-nilai
dalam keluarga terutama anak-anak. Dari rumah-lah suatu generasi yang
cemerlang akan terdidik dan berkembang. Mengambil istilah dan jargon
dari Ayah Edi 'Strong From Home', bahwa nasib generasi mendatang
bangsa ini tergantung dari dalam rumah. Bangsa ini akan kuat bukan
karena dari pendidikan sekolah semata, tapi lebih kepada pendidikan di
dalam rumah.
Itulah begitu pentingnya rumah, karena rumah bukan hanya sekadar
bangunan, yang terdiri dari bata, semen, pasir dan sebagainya. Oleh
karena itu dalam Islam, sebelum menetukan di mana kita tinggal,
janganlah ribut atau pusing dengan desain rumahnya. Justru hal paling
krusial adalah memilih tetangga atau lingkungan yang baik. Hal ini
diajarkan Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa sallam dalam hadits
riwayat Al Khatib, “Pilihlah tetangga sebelum memilih rumah. Pilihlah
kawan perjalanan sebelum memilih jalan dan siapkan bekal sebelum
berangkat (bepergian).” RasulullahSallallahu ‘alayhi wa sallam bahkan
juga berdoa: “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari tetangga yang
buruk di tempat pemukiman.” (Hadits Riwayat Ibnu ‘Asakir).
Tetangga adalah saudara baru kita, mereka akan menjadi teman bicara anak
istri kita. Menjadi tempat 'curhat' atas beberapa masalah di sekitar,
dan hal lainnya. Keluarga kita akan berinteraksi dengan tetangga setiap
saat. Tidak hanya dalam hitungan sehari atau dua hari. Tapi selama kita
tinggal di sana. Alangkah indahnya, jika anak istri kita berteman baik
dengan teman-teman yang sholih/ baik akhlaknya. InsyaAllah Sedikit demi
sedikit akan mewarnainya. Ingat, bahwa anak kita di sekolah hanya + 6 jam saja. Selebihnya dia berada di rumah, bersama tetangga kita.
Tetangga juga adalah orang pertama yang tahu dan menolong kita apabila
kita tertimpa suatu masalah. Bayangkan apabila anak kita terjatuh, atau
istri kita tiba-tiba kambuh sakit jantungnya, atau ada aib yang
terbuka di keluarga kita. Maka orang pertama yang kita harapkan
bantuannya adalah para tetangga kita. Mereka lah yang lebih dekat dengan
kehidupan kita sehari-hari. Boleh lah kita punya saudara pejabat di
Jakarta. Atau punya adik seorang kaya raya di Surabaya. Tapi ingatlah,
apabila kondisi darurat, tidak mungkin Saudara di Jakarta atau adik di
Surabaya akan mampu segera menolong, sedangkan kita ada di Banjarmasin.
Maka, beruntnglah apabila kita menemukan lingkungan tempat tinggal yang
kondusif. Para tetangga yang 'care' membantu antara satu sama lain.
Hal terakhir yang perlu diingat dalam memilih rumah, apabila kita
mempertimbangkan dan merencanakan dengan serius saat akan memilih rumah
di dunia, maka kita harus lebih serius dalam merencanakan rumah kita di
akhirat kelak. Rumah yang akan abadi menjadi tempat tinggal kita. Kita
tentu mau punya rumah yang berdekatan dengan Rasulullah, berpandangkan
telaga Kautsar di syurga Firdaus nan teramat indah, bukan? Karena itu,
mari siapkan juga rumah di akhirat nanti.
Mulailah berpikir dan berhitung, apa saja yang diperlukan untuk
membangun rumah di surga? Mata uang apa yang dapat digunakan untuk
membeli bahan-bahannya? Apa saja yang harus kita lakukan untuk
mendapatkan mata uang tersebut? Juga, bagaimana caranya agar kita berhak
mendapat ‘kavling’ di surga? Renungan ini perlu kita tanyakan
terus menerus, sehingga setelah kita mewujudkan rumahku surgaku di
dunia, suatu saat kita dapat mengatakan: “Surga ini rumahku.” Aamiin ya Rabbal ‘alamiin.
0 komentar:
Posting Komentar